Rabu, 04 Agustus 2010

SINOPSIS CINDERELLA SISTER EPISODE 1

- Title : Cinderella Unni / 신데렐라 언니
- Also Known As : Cinderella's Stepsister / A Modern story of Revenge
- Genre: Romance, melodrama
- Episode : 20
- Broadcast Network : KBS2
- Broadcast Period : 2010-Mar-31 to 2010-Jun-03
- Air Time : Wednesday & Thursday 21.55

Cinderella Sister Drama Synopsis Episode 1

Di sebuah rumah kecil, seorang gadis remaja sedang memasak. Dialah Song Eun Jo. Dia tetap diam saja meski ada suara teriakan orang dewasa yang terdengar. Seorang anak laki-laki bergabung dengannya, Han Jung Woo. Kemudian Eun Jo duduk dan menikmati makanannya. Tapi Jung Woo diam saja. Eun Jo kemudian menjelaskan kalau dia tidak tahu apa nanti bakal bisa makan lagi. Jung Woo mengerti. Dia segera menyantap makanannya.

Teriakan tadi datang dari ibu Eun Jo dan ayah Jung Woo. Mereka bertengkar dan ayah Jung Woo baru saja memukul ibu Eun Jo, Kang Sook untuk yang terakhir kalinya sebab wanita ini sudah tidak tahan lagi dan ingin pergi. Ayah Jung Woo bersikeras menginginkan agar dia tidak pergi.

Pertengkaran itu berubah menjadi brutal. Ketika Kang Sook memanggil putrinya, Eun Jo dan Jung Woo segera berlarian ke ruangan itu dan melihat kalau Kang Sook sedang diancam dengan memakai sebuah tongkat pemukul baseball. Eun Jo menjatuhkan pria mabuk itu dan Jung Woo melempar tongkat itu keluar.

Kemudian Eun Jo menggenggam tangan ibunya dan mengajaknya turun bukit. Ayah Jung Woo yang mabuk mencoba mengejar mereka. Ketika sampai di bawah bukit, ayah Jung Woo sekali lagi berteriak agar ibu Eun Jo tidak pergi. Jung Woo sendiri berteriak agar mereka segera kabur dan memulai kehidupan baru. Dia bahkan menjatuhkan ayahnya saat mencoba mengejar lagi.

Eun Jo perlu waktu lama buat meyakinkan ibunya agar mau naik kereta. Kang Sook berteriak kalau mereka tidak punya tempat tinggal dan menyuruh supir taksi untuk kembali. Eun Jo mengatakan kalau sudah tidak ada lagi yang tertinggal disana dan menambahkan kalau ibunya ingin cincin berlian itu dan tidak sempat mengambilnya tadi, Eun Jo sudah menangani hal itu. Kang Sook segera berubah menjadi senang dan menyuruh supir taksi ke stasiun kereta.

Ayah Jung Woo sudah menyembunyikan cincin itu di suatu tempat namun dia tahu benda itu sudah hilang. Dia mengirim orang untuk mengejar Kang Sook dan putrinya. Ketika akan siap berangkat, Eun Jo memperhatikan ada preman yang ikut naik. Ibunya sedang tidur jadi coba dibangunkannya. Dia akhirnya mendapat ide untuk kabur saja tanpa ibunya. Toh, ibunya sering lolos dari kejaran orang. Namun, Eun Jo kembali berubah pikiran. Dia kembali dan membangunkan ibunya yang kaget melihat orang-orang kiriman suaminya.

Orang-orang itu melihat mereka ketika mencoba menerobos kerumunana siswa di bagian belakang kereta. Mereka akhirnya bersembunyi di toilet terpisah. Di toilet tempat Eun Jo bersembunyi sudah ada orang. Jadi dia membekap gadis yang disana dengan tangannya. Gadis itu adalah Gu Hyo Sun.

Inilah hidup Hyo Sun. Seseorang sedang bekerja keras di tempat pembuatan anggur beras. Dialah Hong Ki Hoon. Hyo Sun muncul dihadapannya dan menanyakan kenapa dia tidak menjawab telponnya. Kemudian gadis itu berkata kalau dia sudah kehilangan sesuatu paling berharga, sebuah cincin. Dia lupa sudah meletakkannya dimana. Dia bisa celaka kalau tidak bisa menemukannya.

Ki Hoon sudah terbiasa dengan hal kayak begini dan mengingatkan Hyo Sun kalau semuanya akan baik-baik saja. Saat Ki Hoon mengantarnya ke sekolah, dia sudah kembali tenang. Sekali lagi Hyo Sun menegaskan kalau Ki Hoon adalah miliknya. Namun, Ki Hoon berkata jika dia bisa saja dipecat kalau ada yang mendengar perkataannya barusan. Hyo Sun malah berkata: “Karena kau adalah milikku, jadi jangan memikirkan orang lain.”

Hyo Sun mendapat kunjungan di sekolahnya. Kang Sook sedang menunggunya di pintu masuk. Sebelum tertangkap oleh orang-orang kiriman suaminya, Eun Jo menyerahkan cincin itu pada Hyo Sun. Sekarang, keresahan Hyo Sun pada cincin yang hilang masuk akal. Dia mengajak Kang Sook pulang ke rumahnya.

Ketika sampai dirumah, mereka disambut oleh dua wanita yang sedang khawatir. Ayah Hyo Sun, Gu Dae Sung, sedang marah. Dan orang yang bisa menenangkannya adalah Hyo Sun. Jadi dia berlari ke dalam rumah dan menemukan ayahnya sedang marah-marah pada perkerja yang tidak becus bekerja.

Hyo Sun segera meminta ayahnya untuk menenangkan diri dengan mengatakan kalau para pekerja itu adalah kawan-kawan ayahnya. Dia juga berpura-pura terisak. Dae Sung akhirnya tenang. Kang Sook menyaksikan semua ini dengan ketidakpastian. Dua ibu-ibu tadi mengatakan kalau Dae Sung tidak seperti ini ketika istrinya masih hidup. Mendengar semua itu dan harta kekayaan Dae Sung, Kang Sook jadi ingin tahu. Sementara itu, Hyo Sun berusaha keras mencari cincin itu.

Kang Sook sangat terluka saat sedang berjalan menuju rumah ini. Sekarang dia menenangkan diri dan mencoba bermanis-manis dengan dua wanita itu. Dia menawarkan diri untuk membantu pekerjaan disana. Dua wanita itu tidak tahu siapa Kang Sook dan memandanginya penuh curiga. Mereka menolak tawaran itu dan Kang Sook malah mendapat siraman air berbau amis!

Hyo Sun meminjamkan pakaian ganti pada Kang Sook dan karena tidak ada lagi yang tersisa, dia memberikan baju milik almarhum ibunya. Kang Sook sangat pas mengenakan pakaian itu. Dia mengingatkan Hyo Sun pada almarhum ibunya dan mulai menangis. Dia hanya bisa bilang kalau Kang Sook cantik dengan baju itu. Kang Sook terkejut melihat gadis itu menangis dan menepuk kepala gadis itu. Hyo Sun teringat akan sentuhan ibunya. Dia meminta Kang Sook melakukannya lagi. Dia bahkan dipeluk oleh Kang Sook.

Hyo Sun tiba-tiba ingat kalau sudah menyimpan cincin itu di salah satu tasnya. Dia bertanya pada pamannya dimana tas itu. Saat paman akan mengambilkannya, Hyo Sun malah meminta paman untuk menyembunyikannya.

Ketika mendengar Dae Sung memarahi putrinya karena sudah menghilangkan cincin seseorang, Kang Sook menjelaskan situasinya. Dia masuk ke kantor Dae Sung dengan hati-hati. Kang Sook yang mengenakan baju mantan istrinya, membuat Dae Sung terpana. Dia terkejut.

Dengan hati-hati, Kang Sook menjelaskan kalau Hyo Sun meminjamkan tas yang berisi cincinnya itu pada seorang teman. Hingga temannya itu kembali, maukah dia mengijinkannya tinggal disana dan memberinya pekerjaan.

Di rumah Jung Woo, Eun Jo menunggu ibunya dengan gelisah. Ayah Jung Woo yang mabuk percaya kalau Kang Sook pasti meninggalkannya lagi. Namun, Eun Jo bersikeras kalau ibunya pasti kembali. Laki-laki itu menantangnya: “Apa kau percaya pada ibumu? Apa kau percaya dia akan kembali hanya karena kau disini?” Eun Jo berkata kalau dia pasti kembali. Namun ada juga rasa takut kalau ibunya tidak akan pernah kembali.

Hyo Seon mengajak Eun Jo ikut dengannya dan Ki Hoon untuk menjemput kedua orang tua mereka yang baru saja pulang dari bulan madu. Dengan acuh, Eun Jo berjalan melewati mereka.
"Kakak!" panggil Hyo Seon, meraih tangan Eun Jo. Eun Jo menghempaskan tangan Hyo Seon dengan kasar, kemudian berjalan pergi.
"Kita pergi saja." kata Ki Hoon.
"Tapi aku ingin pergi bersama kakak." kata Hyo Seon.
"Dia tidak mau mendengarkan siapapun." kata Ki Hoon, memandang Eun Jo berjalan pergi.
Ia meminta Hyo Seon masuk ke mobil, lalu mengemudikan mobil dan pergi.
Hari itu, rumah sangat ramai. Banyak sekali tetua-tetua dari keluarga yang datang. Kang Sook memberi hormat pada banyak tetua.
"Bagaimana keberuntunganmu?" tanya seorang nenek ketika Kang Sook menghormatinya.
"Nenek itu tadinya adalah peramal." kata Hyo Seon, bercerita pada Eun Jo. "Tapi sekarang ia adalah pastur di gereja."
Nenek itu tiba-tiba melihat tajam pada Eun Jo.
"Sepertinya ia melihat sesuatu pada dirimu." kata Hyo Seon.
Eun Jo dan si nenek saling memandang selama beberapa saat.
Ki Hoon melihat ke arah Hyo Seon dan Eun Jo sambil tersenyum tipis. Hyo Seon melambaikan tangan padanya, tapi Ki Hoon tidak melihat. Hyo Seon sadar bahwa Ki Hoon tidak melihat ke arahnya melainkan melihat Eun Jo.
Si Nenek terus melihat Eun Jo, kemudian tersenyum. Semua tetua melongo. Eun Jo berjalan pergi.
Kang Sook mengeluh karena ia harus memberi hormat pada banyak tetua. Ia pergi ke kamarnya dan memijat kakinya yang sakit. Tiba-tiba Dae Sung masuk. Ia canggung sesaat, namun akhirnya membantu Kang Sook memijati kakinya.
Mendadak Hyo Seon membuka pintu kamar, membuat Dae Sung kaget dan tanpa sengaja mendorong Kang Sook hingga jatuh di tempat tidur. Karena merasa tidak enak, Dae Sung bergegas berjalan pergi.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Hyo Seon, membantu Kang Sook bangkit dari tidurnya.
Dengan kasar, Kang Sook menghempaskan tangan Hyo Seon. Hyo Seon terpukul.
"Seharusnya kau menngetuk pintu dulu sebelum masuk." kata Kang Sook, menahan rasa kesalnya.
"Oh.." Hyo Seon tertawa. "Aku tidak pernah melakukan itu sebelumnya. Aku... memiliki tata krama yang buruk." Hyo Seon berkata sedih.
Eun Jo membawa tas sekolahnya dan mencari ruangan yang sepi untuk belajar. Ia membolak-balikkan buku dan berusaha mengerjakan. Eun Jo menarik napas dalam.
"Apa yang kau katakan?" terdengar suara Dae Sung.
"Jangan mengisi surat pernikahan sebelum aku memberitahu padamu." kata si Nenek. "Ada sesuatu pada dirinya. Dia tidak pantas untuk keluarga ini. Masalah terburuk yang bisa menimpa adalah keluarga kita mungkin akan hancur. Sangat menakutkan."
Eun Jo membuka jendela sedikit, ingin mengintip siapa yang bicara.
"Semua tertulis jelas di wajahnya." kata Nenek. "Dia akan membuatmu pusing. Tahanlah dulu surat pernikahan sampai aku bisa membuang kesialannya. Mengerti?"
"Jangan berkata seperti itu, Bibi." kata Dae Sung marah. "Dia dan putrinya, sekarang adalah keluargaku. Jangan bicara buruk tentang mereka."
Ki Hoon mencari Eun Jo dan akhirnya bisa menemukannya. Dengan kesal, Eun Jo keluar dari ruangan itu dan berjalan pergi.
"Apakah kau mau aku menujukkan tempat untuk bersembunyi?" tanya Ki Hoon menawarkan.
Eun Jo tetap berjalan. Tiba-tiba beberapa orang anggota keluarga berjalan melewatinya. Eun Jo berjalan berbalik. "Dimana?" tanyanya pada Ki Hoon.
Ki Hoon tersenyum.

Di tempat acara keluarga, Hyo Seon mencari Eun Jo dan Ki Hoon, tapi tidak bisa menemukan mereka.
Ki Hoon membawa Eun Jo ke tempat penyimpanan arak. Hyo Seon melihat mereka dari jendela dan meneteskan air mata.

"Kenapa mereka melakukan itu?" tanya Hyo Seon pada Eun Jo. "Jika aku mengirim 11 pesan, bukankah seharusnya mereka membalas paling tidak 1 balasan? Ini tidak seperti aku tidak mengenal seperti apa Hong Dong Su. Tapi kenapa ia tidak memedulikan pesanku?"
"Hei!" panggil Eun Jo kesal. "Kau mengirimkan pesan tidak penting padaku paling tidak 10 kali sehari. Apakah aku pernah membalas? Kau tidak tahu kenapa?"
Hyo Seon diam sejenak. "Itu karena... aku bertemu denganmu setiap hari." jawabnya.
"Lupakan saja." kata Eun Jo kesal.
Tiba-tiba Hyo Seon bersembunyi di belakang Eun Jo.
"Apa yang kau lakukan?!" seru Eun Jo marah.
"Itu Dong Su." kata Hyo Seon.
Eun Jo berjalan cepat mengejar Dong Su. "Apakah kau Dong Su?" tanyanya.
"Ya."
"Kau kenal dia bukan?" tanya Eun Jo lagi. "Kenapa kau tidak membalas pesannya? Aku lelah mendengar ocehannya. Jika kau tidak menyukainya, katakan padanya agar dia diam. Mengerti?"

Setelah berlatih balet, Hyo Seon berganti pakaian. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. "Ah, Dong Su!" serunya.
Hyo Seon pulang ke rumah dengan murung. Melihat sikap Hyo Seon yang tidak ceria seperti biasanya membuat Kang Sook dan Dae Sung bergegas melihatnya.
"Kenapa?" tanya Kang Sook. "Kenapa kau menangis?"
"Aku mendapat pesan dari Dong Su." kata Hyo Seon terisak.
"Aku pulang." Eun Jo masuk ke rumah.
"Selamat datang." sambut Dae Sung.
"Kakak, terima kasih." ujar Hyo Seon. "Dong Su membalas pesanku berkat kau."
Eun Jo tidak menoleh dan terus berjalan masuk ke rumah.
Hyo Seon menangis. "Dia mengatakan padaku agar tidak lagi mengirim pesan padanya." tangis Hyo Seon. "
Dae Sung tersenyum. Kang Sook memeluk Hyo Seon dan berusaha menenangkan. Eun Jo menatap mereka dengan pandangan sinis. Dae Sung melihat pandangan Eun Jo itu.
Malam itu, Dae Sung mengajak Eun Jo berbincang. Ketika Dae Sung memintanya duduk di sampingnya, Eun Jo menolak. Dae Sung berdiri di samping Eun Jo, tapi Eun Jo malah duduk. Ia duduk jauh dari Dae Sung.
"Aku bertemu dengan gurumu hari ini." kata Dae Sung. "Kudengar kau belajar dengan sangat baik."
"Sedikit." ujar Eun Jo datar.
"Kupikir akan cukup sulit bagimu untuk mengejar karena kau tidak pernah bersekolah." tambah Dae Sung. "Sepertinya kau pintar."
"Aku pintar."
"Apakah ada hal lain yang ingin kau lakukan selain bersekolah?" tanya Dae Sung. "Apakah kau ingin mengambil kelas menari seperti Hyo Seon?"
"Tidak."
"Kalau begitu, apa kau ingin belajar piano atau violin?" tanya Dae Sung lagi.
"Tidak." jawab Eun Jo dingin. "Kau bisa memberiku uang jika kau mau."
"Apa cita-citamu jika sudah dewasa?"
"Apa maksudmu?" tanya Eun Jo.
"Jika kau butuh sesuatu, katakan saja padaku." kata Dae Sung. "Jika kau merencanakan sesuatu untuk mesa depan dan butuh bantuan, kau bisa datang dan bicara padaku. Aku akan melakukan apa yang kubisa untuk menolongmu. Kau bisa bergantung padaku."
Di sekolah, guru matematika meminta Eun Jo mengerjakan soal, tapi Eun Jo menolak.
"Aku tidak mau." jawab Eun Jo.
Guru matematika itu kesal setengah mati dan berjalan keluar.
"Kakak, kau luar biasa." ujar Hyo Seon.

Eun Jo datang ke tempat Dae Sung bekerja dan meminta Dae Sung mencarikan guru matematika.
"Aku lemah dalam matematika." katanya. "Aku ingin guru tambahan matematika. Bikan guru yang biasa, tapi guru yang mahal."
"Bukankah kau baik dalam matematika?" tanya Dae Sung.
"Aku mengingatnya." kata Eun Jo. "Aku mengingat semua soal dan jawaban. Aku tidak punya dasar." Eun Jo mengeluarkan bukunya dan memperlihatkan pada Dae Sung. "Kau bilang akan memberikan apa yang kubutuhkan."
"Aku mengenal seseorang yang pandai matematika." kata Dae Sung. "Kapan kau mau mulai?"

Hyo Seon memandang Eun Jo. "Kakak, jika kau begini terus, lama kelamaan aku juga akan lelah." katanya.
Eun Jo melihat Hyo Seon namun tidak menjawab.
Tidak lama kemudian, Ki Hoon masuk ke dalam ruangan itu. "Kita bisa mulai sekarang?" tanyanya.
"Aku meminta guru yang kompeten." kata Eun Jo dingin.
"Kak Ki Hoon sangat pintar." kata Hyo Seon.
Hyo Seon malas-malasan belajar. Ia malah keluar dan bersms ria dengan temannya.
Ki Hoon mengajari Eun Jo matematika. Eun Jo meminta Ki Hoon menjelaskan mengenai faktor. Sebelum menjawab, Ki Hoon meminta Eun Jo memanggilnya 'Guru' dan bicara dengan sopan.
Mulanya Eun Jo menolak dan hendak berjalan keluar ruangan, tapi akhirnya ia setuju juga, dengan berat hati.
"Tapi.. apa maksudmu kau tidak punya banyak waktu?" tanya Ki Hoon. "Hmm?"
"Aku mencoba mendapatkan sebanyak mungkin yang bisa didapat." kata Eun Jo. "Kenapa kau benyak sekali bertanya? Aku tidak tahu sampai kapan aku bisa hidup disini dan bersekolah." Suara Eun Jo makin meninggi. "Aku tidak tahu kapan kami akan diusir atau kapan kami akan melarikan diri. Jadi aku berusaha mendapatkan sebanyak mungkin selama aku disini!"
Hyo Seon berlari-lari masuk ke ruangan. "Ada apa?" tanyanya cemas. "Kakak ada apa?"
Eun Jo berjalan keluar dan membanting pintu.

Hyo Seon cemas dan melapor pada Kang Sook dan ayahnya.
Kang Sook menangis. "Itu mungkin karena teman-temannya mengejeknya." katanya. "Walaupun ia saudara Hyo Seon, tapi nama keluarganya berbeda. Jika saja surat nikah sudah dibuat..."

Eun Jo bersembunyi di tempat penyimpanan arak. Ki Hoon berjalan mendekatinya.
"Kau tidak perlu khawatir. Presiden adalah orang yang paling baik yang pernah kukenal." kata Ki Hoon. "Aku hanya pekerja paruh waktu disini, tapi ia adalah orang yang akan kuikuti dengan segala yang kumiliki."
Ki Hoon duduk disamping Eun Jo.
"Alasan kenapa aku mencoba membuatmu tetap datang kemari bukan karena itu adalah perintah." ujar Ki Hoon. "Melainkan, aku juga menyukaimu. Maafkan aku, aku tidak akan melakukannya lagi. Aku tidak akan mengurangi waktu belajarmu."

Hyo Seon masih mencari-cari Ki Hoon dan Eun Jo. Di ruang belajar, ia mendengar suara Ki Hoon yang sedang mengajar. Ia masuk ke ruangan dan duduk di samping mereka.
"Ehem." Hyo Seon mencoba mengalihkan perhatian. "Aku juga mau mengerjakan PRku."
"Sebentar, sebentar." ujar Ki Hoon tanpa menoleh, tetap mengajari Eun Jo. "Sudah selesai." katanya.
"Tunggu, tolong ulangi sekali lagi." kata Eun Jo.
Ki Hoon tersenyum. "Baiklah. Perhatikan baik-baik."
Hyo Seon sedih, merasa Ki Hoon mengacuhkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar